Latihan Soal Bahasa Indonesia Pelajaran 3

Latihan Soal Bahasa Indonesia Pelajaran 3. Masih tentang soal untuk pelajaran Bahasa Indonesia pada sore yang sedikit mendung ini saya akan menawarkan ulasan mengenai latihan soal pelajaran 3 untuk materi pelajaran Bahasa Indonesia semester 1. sahabat pelajar Sekolah Menengan Atas kelas X yang sedang mencari sumber belajar berbentuklatihan soal, silahkan disimak dan dipelajar apa yang akan aku uraikan berikut ini. Jika mau, sahabat sma kelas lain juga mampu mempelajari soal ini.

Latihan soal yang hendak saya sertakan pada ulasan kali ini merupakan latihan soal untuk pelajaran Bahasa Indonesia yang membahas perihal materi-bahan sebagai berikut:

  1. Mendiskusikan Masalah 
  2. Menulis Paragraf Ekspositif 
  3. Mengidentifikasi Unsur Sastra 

Makara, secara singkat dapat saya katakan bahwa soal untuk latihan kita hari ini merupakan soal tentang diskusi problem, paragraf ekspositif dan juga soal tentang kenali unsur sastra. Agar lebih terang tentang soal yang sedang dibicarakan ini, silahkan simak soalnya berikut:

Kerjakanlah soal-soal berikut.
a. Bacalah contoh masalah berikut.

Daging Ayam Berformalin
Upaya mengawetkan daging ayam dengan menggunakan formalin mulai muncul di Depok, Jawa Barat. Dinas Pertanian lokal telah menguras dua jerigen cairan formalin untuk mengawetkan daging ayam potong saat inspeksi secara tiba-tiba Ramadhan di sejumlah pasar tradisional di Depok. Selain cairan formalin, petugas juga menyita 20 kilogram undangan ayam serta sejumlah ayam potong yang sudah disiram cairan formalin.
Barang bukti tersebut lalu dikirim ke laboratorium untuk pengusutan lebih lanjut. Kepala Seksi Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Depok Dedi Sujadi mengatakan dikala ini pihaknnya gres sebatas memberi teguran kepada pemilik cairan formalin yang juga pedagang ayam potong.

Dengan inovasi tersebut, Dinas Pertanian mengimbau masyarakat semoga lebih seksama saat membeli daging ayam. Daging ayam yang mengandung formalin memiliki ciri di antaranya warna daging lebih gelap, lebih kenyal dan kulit ayam sudah tidak terlihat segar serta elastis.

b. Apa saja pokok-pokok urusan yang ada di dalam teks tersebut?
d. Bagaimanakah balasan Anda mengenai masalah dalam teks tersebut?

2. Tulislah sebuah paragraf ekspositoris bertemakan kesehatan.

3. a. Bacalah cerpen berikut.

Lampu Kristal
Karya Ratna Indraswari Ibrahim
Martini menyaksikan dengan nanap belahan lampu kristal itu. Napasnya mengejar-ngejar . Butir-butir keringat berhamburan pada tampang dan matanya. Bibirnya gemetar. Sementara itu, lagu besar hati untuk senam pagi berkumandang. Martini duduk mirip tersudut. Riwayat lampu kristal itu melompat. Konon lampu itu yakni kado dari susuhunan buat keluarga besar suaminya. Martini menghapus matanya yang basah, kemudian bangun canggung dan tidak yakin mengapa hal itu mesti terjadi. la mampu membayangkan kemarahan suami beserta anak-anaknya.

Dulu, perkawinan di bawah lampu kristal ini menimbulkan Martini gamang. Sesungguhnya dia menyayangi suami dan anak-anaknya. Di sini ia merasa terikat. Namun, ia tidak mau bertukar daerah dan tetap mengeluh dalam perkawinannya. Kemudian kakinya menyentuh penggalan kristal. Di tengah keluarga besar yang mempunyai lampu kristal ini Martini bangkit canggung. Meskipun demikian, suaminya selalu berkata bahwa Martini yang canggung ini ialah seorang perempuan yang sulit disejajarkan dengan perempuan lain. Dia merasa disanjung abad itu. Keberaniannya mencengangkan seluruh kerabatnya. Jalinan tahun telah dijalani, namun kecanggungan ini tidak kunjung berhenti, bahkan selalu berkelebat dalam angannya.

Perempuan yang berdiri canggung itu adalah bekas karyawati suatu toko. Tanpa terasa kakinya tersentuh lagi oleh bagian lampu kristal. Martini melompat dan secepatnya mengambil baju renangnya.

Di kolam renang, Martini betah tinggal berjamjam sekalipun anak-anaknya sering bilang bahwa gaya renang beliau tidak ubahnya seperti perenang sungai. la menyelam dalam-dalam. la bangga bahwa lampu kristallah yang jadi potongan, bukan dirinya. Seorang lelaki tengah memperhatikannya dengan saksama sehingga dia menepi. Dalam pikirannya terlontar impian, sebaiknya Suseno berada di sini.

Martini bergegas pulang. Dari jauh telah terlihat rumahnya. Pasti suami dan anak-anaknya dengan duka akan membicarakan lampu kristal yang telah pecah itu. Padahal umumnya pada jam-jam begini Suseno selalu bercerita kepada belum dewasa ihwal kejayaan keluarga besar mereka. Lantas seusai bercerita, dengan bangga suami dan anakanaknya menengadahkan kepala untuk memandangi lampu kristal itu.

Martini selalu tersodok. Ingin sekali ia bercerita lain, tentang dirinya, di mana dia dulu menjadi karyawati di sebuah toko alasannya himpitan ekonomi. Namun, harapan ini selalu saja tenggelam, terbalut oleh kebesaran lampu kristal itu.

Semakin bersahabat Martini dengan rumahnya, kian ia merasa tercekam. Masa sekarang dan kemarin berhamburan dan saling menyodok dirinya. Matanya melebar. Sekarang semakin terang bayangan suami dan anak-anaknya.

Kini dia berada di tengah-tengah suami dan anak-anak yang amat dicintainya. Mereka memandanginya dengan mata terbelalak dan napas tertahan. Martini berdiri di suatu sudut dan mulai mengatakan dengan kalimat-kalimat yang tampaknya sudah dihafal dengan baik terlebih dulu.

“Maaf, aku sungguh menyesal. Lampu itu terjatuh sendiri saat aku senam pagi….”
Kalimatnya terpotong. Kemudian ia menghambur ke kamar. la menanti suaminya masuk ke kamar.

“Saya menyesal,” kata Martini lagi, mencoba menekan perasaannya sampai waj’ahnya berair bergetar menahan gejolak.

Sesaat keheningan melayang sungguh tajam. Kemudian terdengar suara Suseno yang dingin penuh doktrin. “Peristiwa ini tidak usah diributkan, bukan?” Martini jadi kagok. Bayangan lampu kristal bergoyang. la merasa tercekam.

“Maaf, saya tahu hal ini bukanlah sepele. Bukankah lampu itu lambang kebesaran keluarga besarmu?” Suaminya tertawa ganjil.
“Kamu jangan abnormal, Tin. Buat aku, yang telah melalui, sudah habis. Kebesaran itu ada pada kita kini.”
Kemudian suaminya melanjutkan membaca koran. Martini benar-benartidak tahan dan akibatnya keluar dari kamar. la duduk di bawah bekas daerah lampu kristal. Mendadak terlompat dari pikirian Martini ihwal kesedihan yang diderita oleh kerabatnya, orang-orang yang menjadi sebagian dari dirinya, daerah ia terlibat di dalamnya. Di bawah daerah lampu kristal itu Martini jadi merasa asing. Tidak ada lagi gairah, seolah ada sesuatu yang tercabut dari dalam dirinya. Padahal suami dan anak-anaknya bersikap lazimsaja dan sepertinya mereka tidak mengenal peristiwa pecahnya lampu kristal itu.

Malam makin merayap. Martini tidak berani menoleh ke kepingan lampu kristal itu. Seandainya lampu kristal itu mampu utuh kembali, niscaya dia akan bisa sangat menikmati kebersamaan dengan anakanaknya. Omong kosong jikalau beliau tidak melahap kebahagiaan di sini. Bukankah tanpa sadar waktu sudah bergeser dan terhimpun menjadi jalinan tahun ke tahun?
Matanya basah. Entah mengapa beliau tidak mau tidur malam itu. Seharusnya tidak ada lagi yang harus diubah dalam kehidupannya. Bukankah dia sudah menempel dan terikat dekat di sini? Martini merasa ingin meremukkan semuanya. Dia terhenyak di kursi. Suaminya menatapnya dengan abnormal dan mulai berkata, “Percayalah, Tin, yang sudah biarlah berlalu.”
Martini jadi meledak.
“Kamu sama sekali tidak jujur. Jangan berpurapura. Kesedihan itu sungguh tampak oleh mata saya.” Kembali suaminya menjadi heran. “Ma, saya punya gagasan baru yang cemerlang.
Saya pernah menyaksikan lampu kristal di pasar barang antik, kita bisa membelinya.”
Air mata Martini mengalir deras. “Tanpa lampu itu …, tanpa lampu itu hidup kita tidak berarti, kan?” “Ma!”
Martini meniadakan air matanya, sekarang dengan berani beliau melihat kepingan lampu kristal itu.
“Tapi saya kira, tanpa lampu kristal itu, hidup kita bisa jalan terus ….” Martini menyetop omongannya sendiri dan bangun dengan canggung. Suseno memeluk Martini. Sementara itu, di luar udara semakin cuek, malam kian larut. 

Sumber: Noda Pipi Seorang Perempuan, 2006 
b. Apa tema dan amanat yang terkandung dalam cerpen tersebut?
c. Siapakah tokoh utama dalam cerpen tersebut dan bagaimanakah karakternya?
Panjang bukan? Begitulah karakteristik soal untuk mata pelajaran Bahasa Indonensia, soalnya sedikit namun bacaannya sungguh panjang. Hal inilah yang kerap kali menciptakan teman pelajar kesulitan dalam melaksanakan soal-soal pelajaran ini baik itu soal latihan, soal cobaan tengah semester, ujian semester maupun soal ujian simpulan nasional. Karena itulah aku sungguh menyarankan biar teman banyak-banyak berlatih melakukan soal-soal mirip yang telah saya berikan diatas supaya dapat lebih berpengalaman dalam menjalankan soal pelajaran ini.

Sampai disini saja apa yang dapat saya uraikan pada posting kali ini. Jika ada pertanyaan tentang soal-soal di atas sahabat pelajar bebas bertanya kapan saja dan di mana saja, pastinya bertanya dengan guru disekolah masing-masing, hee e e e…

Referensi
Adi Abdul Somad, dkk. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas X. BSE